Aku masih
berdiri dengan tegaknya, tak ada satu halpun yang kupikirkan selain sosok yang
ada di hadapanku saat ini. Lelaki yang beberapa menit yang lalu mematikan mesin
motornya dan melepas helm yang bertengger di kepalanya. Garis rahangnya
terlihat jelas, rambutnya yang hitam bersinar tertimpa cahaya lampu jalan
rumahku, hidungnya yang mancung sempurna tak terelakkan dari tempatku yang tak
henti menatapnya.
Selalu ada jeda
saat kita berdua mulai canggung dan sibuk dengan dialog otak masing-masing. Dia
melirik arloji di tangan kirinya, pukul 21.35. aku tahu apa maksud lirikannya
pada arloji sporty yang melingkar manis menghiasi pergelangan tangannya.
Aku menggamit
lengan kirinya, menyandarkan kepalaku tepat di bahunya. Rengekan kecil mulai
keluar dari bibirku, "Jangan pergi...." aku melepaskan satu-persatu
jari-jemarinya yang menggenggam setang motor, bersiap untuk mengemudikan motor
besar kesayangannya. kugenggam erat telapaknya, kuisi sela-sela jarinya yang
besar dengan jari-jariku yang mungil. Aku tak sanggup melihat wajahnya, menatap
kedua bola matanya yang kuyakin tak tega dengan kelakuanku saat ini. Kupeluk
lengannya erat-erat dengan tangan kiriku. Rintikan air mata siap meluncur
membasahi bahunya.
Dia cukup paham
dengan apa yang harus dilakukannya. Dia membelai rambutku perlahan, mencoba
menenangkan semampu mungkin. Dilepaskannya tanganku yang mencoba mendekapnya
erat-erat. Ditatapnya kedua bola mataku dalam-dalam. “Nanti aku pulang…” Nanti?
Nanti dalam arti berapa detik lagi janji pulang itu akan datang? Aku hanya
terdiam dan mengangguk lemas. Aku percaya dengan apa yang dikatakannya. Ya! Dia
pasti kembali! Kembali untukku.
Dipeluknya aku
dengan segenap hati, dirasakan setiap getaran tubuh yang kita ciptakan seiring
dengan perasaan yang kita berdua tanamkan sejak beberapa bulan yang lalu. Kecupan
hangat di keningku terasa sangat singkat. Begitu singkat sehingga aku tak mampu
mengingat bagaimana lembut bibirnya menyentuh dahiku. Diusapnya air mataku yang
ada di pipi. “Udah yaa, jangan nangis lagi. Aku balik dulu, udah malem..”.
Lagi-lagi aku hanya mampu mengangguk pelan. Sebenarnya aku sama sekali tak
ingin dia pergi meninggalkanku walaupun itu hanya untuk sementara dan akan
kembali, namun di lain sisi aku juga tak ingin dia sampai di kota rantau dengan
rayuan ilmu pengetahuannya itu terlalu larut malam hanya karena memedulikan
rengekanku.
Dinyalakannya
mesin motor yang meraung-raung layaknya rengekanku yang memohon agar dia tetap
tinggal.
“Berangkat dulu
yaaa…”
Aku mengangguk
untuk kesekian kalinya.
“Love you..”
“Loveyou too..”
Hal inilah yang selalu aku dan dia lakukan setiap di penghujung weekend yang menguras tenaga dan mempersiapkan hati untuk saling rindu. Setiap
pertemuan selalu ada akhir. Dimana nantinya dia akan kembali selama waktu
mengijinkannya kembali. Satu hari, dua hari, tiga hari, satu minggu, dua minggu, satu bulan, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Tak ada yang tahu.
No comments:
Post a Comment