Follow Me

Jangan Menghalangiku! Aku sendiri Tak Tahu Kemana Kakiku Akan Melangkah!

04 March 2014

Rutinitas Minggu Malam

Aku masih berdiri dengan tegaknya, tak ada satu halpun yang kupikirkan selain sosok yang ada di hadapanku saat ini. Lelaki yang beberapa menit yang lalu mematikan mesin motornya dan melepas helm yang bertengger di kepalanya. Garis rahangnya terlihat jelas, rambutnya yang hitam bersinar tertimpa cahaya lampu jalan rumahku, hidungnya yang mancung sempurna tak terelakkan dari tempatku yang tak henti menatapnya.
Selalu ada jeda saat kita berdua mulai canggung dan sibuk dengan dialog otak masing-masing. Dia melirik arloji di tangan kirinya, pukul 21.35. aku tahu apa maksud lirikannya pada arloji sporty yang melingkar manis menghiasi pergelangan tangannya.
Aku menggamit lengan kirinya, menyandarkan kepalaku tepat di bahunya. Rengekan kecil mulai keluar dari bibirku, "Jangan pergi...." aku melepaskan satu-persatu jari-jemarinya yang menggenggam setang motor, bersiap untuk mengemudikan motor besar kesayangannya. kugenggam erat telapaknya, kuisi sela-sela jarinya yang besar dengan jari-jariku yang mungil. Aku tak sanggup melihat wajahnya, menatap kedua bola matanya yang kuyakin tak tega dengan kelakuanku saat ini. Kupeluk lengannya erat-erat dengan tangan kiriku. Rintikan air mata siap meluncur membasahi bahunya.
Dia cukup paham dengan apa yang harus dilakukannya. Dia membelai rambutku perlahan, mencoba menenangkan semampu mungkin. Dilepaskannya tanganku yang mencoba mendekapnya erat-erat. Ditatapnya kedua bola mataku dalam-dalam. “Nanti aku pulang…” Nanti? Nanti dalam arti berapa detik lagi janji pulang itu akan datang? Aku hanya terdiam dan mengangguk lemas. Aku percaya dengan apa yang dikatakannya. Ya! Dia pasti kembali! Kembali untukku.
Dipeluknya aku dengan segenap hati, dirasakan setiap getaran tubuh yang kita ciptakan seiring dengan perasaan yang kita berdua tanamkan sejak beberapa bulan yang lalu. Kecupan hangat di keningku terasa sangat singkat. Begitu singkat sehingga aku tak mampu mengingat bagaimana lembut bibirnya menyentuh dahiku. Diusapnya air mataku yang ada di pipi. “Udah yaa, jangan nangis lagi. Aku balik dulu, udah malem..”. Lagi-lagi aku hanya mampu mengangguk pelan. Sebenarnya aku sama sekali tak ingin dia pergi meninggalkanku walaupun itu hanya untuk sementara dan akan kembali, namun di lain sisi aku juga tak ingin dia sampai di kota rantau dengan rayuan ilmu pengetahuannya itu terlalu larut malam hanya karena memedulikan rengekanku.
Dinyalakannya mesin motor yang meraung-raung layaknya rengekanku yang memohon agar dia tetap tinggal.
“Berangkat dulu yaaa…”
Aku mengangguk untuk kesekian kalinya.
“Love you..”
“Loveyou too..”
Hal inilah yang selalu aku dan dia lakukan setiap di penghujung weekend yang menguras tenaga dan mempersiapkan hati untuk saling rindu. Setiap pertemuan selalu ada akhir. Dimana nantinya dia akan kembali selama waktu mengijinkannya kembali. Satu hari, dua hari, tiga hari, satu minggu, dua minggu, satu bulan, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Tak ada yang tahu.

No comments:

Post a Comment