Follow Me

Jangan Menghalangiku! Aku sendiri Tak Tahu Kemana Kakiku Akan Melangkah!

28 October 2015

Kurangnya Sosialisasi, Warga Tak Banyak Tahu Pilwali Surabaya 2015

 



          

“Yang kita alami beberapa hari terakhir yang merugikan malah dukungannya semakin besar.” Ujar Wishnu Sakti Buana saat ditemui kemarin dalam Deklarasi Pilwali Damai dan Berintegritas Tahun 2015. Namun tidak menutup kemungkinan sedikit banyak warga Surabaya akan termakan omongan mengenai tuduhan tersangka yang sempat tertuju pada Risma. “Karena rakyat Surabaya sudah tertancap menilai hal ini dengan jernih. Malah sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah…” lanjutnya.
            Wishnu beranggapan bahwa isu yang sempat beredar sama sekali tidak mengganggu popularitasnya. Bahkan dengan adanya isu tersebut dapat dibilang elektabilitas Risma memang benar adanya hingga ada yang berniat menggesernya melalui kasus yang tidak terbukti. Logikanya, semakin sesorang itu benar maka semakin banyak yang ingin menjatuhkannya. Wishnu sendiri menjelaskan bahwa sama sekali tidak ada pikiran untuk membalas perbuatan tersebut. Karena menurut pandangannya isu tersebut merupakan sebuah langkah-langkah panik dari lawan yang sudah tidak tahu harus bagaimana. Berbeda dengan Wishnu yang begitu yakin dengan dukungan yang ada saat ini.
            Waktu kurang 39 hari lagi menuju ke tanggal 9 Desember 2015. Hari dimana Pilwali itu tiba. Namun sayangnya, ternyata tak semua orang tahu benar kapan dilaksanakannya Pilwali Surabaya 2015 ini. Dari lima orang yang diwawancara, ada 2 orang yang tidak tahu kapan akan diberlangsungkannya Pilwali Surabaya 2015. Salah satunya menganggap akan ada di bulan Juni mendatang. Tidak hanya kapan-nya saja yang tidak tahu, bahkan calonnya saja belum tahu betul namanya. Dari lima orang, hanya dua orang yang menjawab dengan benar lawan dari Risma – Wishnu. Tiga orang lainnya mengaku lupa dengan nama pasangan calon nomor urut 1. Ini jelas menunjukkan bahwa 90% yang merupakan hasil dari survey internal pihak PDIP memang benar adanya. Lima orang tersebut cukup mewakili bahwa Risma memiliki popularitas dibandingkan pasangan calon nomor urut 1.
            Kembali lagi ke kurang tahu-nya masyarakat tentang pelaksanaan Pilwali Surabaya tahun 2015. Gegap gempita kampanye yang dilakukan kedua pasangan calon memang kurang terasa. Padahal masa kampanye terhitung kurang 39 hari lagi. Belum ada kampanye yang membidik warga sekitar. Bahkan mayoritas warga yang berkomentar merupakan warga yang memiliki profesi di pinggiran jalan raya. Paling tidak seharusnya minimal mereka tahu dari baliho, spanduk, atau bahkan umbul-umbul yang kemungkinan terlihat di jalan raya. Namun sayangnya tidak.
            Sesuai penuturan Rasiyo dalam pidato di Deklarasi Damai kemarin siang, sosialisasi yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Pilwali itu juga belum dipahami secara mendalam oleh sebagian besar masyarakat pemilih. Menurut pengalamannya saat akan berkampanye di suatu daerah, dikiranya pemilihan legislatif. Pemilihan apa saja tidak tahu, pemilihannya tanggal berapa juga tidak tahu, pasangannya siapa juga tidak tahu.
            Hal-hal seperti itu menjadi PR besar, terutama bagi KPU Kota Surabaya. Karena apabila menengok tingkat partisipasi Pilwali 5 tahun yang lalu begitu rendah, hal-hal semacam itu harus diperhatikan betul untuk mengoptimalkan tingkat partisipasi warga Kota Surabaya.
Keterbatasan jumlah baliho, spanduk, atau bahkan umbul-umbul juga berpengaruh. Atau kemungkinan pihak KPU juga belum memasang semua? Atau mungkin justru titik-titik pemasangan tersebut kurang akurat? Namun sesuai keterangan Nur Syamsi, Komisioner Divisi Sosialisasi dan Humas KPU Kota Surabaya, Penentuan titik pemasangan APK sudah dipikirkan secara matang dan dipastikan tidak melanggar peraturan daerah serta tidak mengganggu estetika kota. Ketentuan 10 buah baliho untuk kedua pasangan calon ditempatkan di 5 titik. Titik-titik tersebut yaitu di depan DPRD Jatim di Jalan Indrapura, Bundaran Waru, Bundaran Satelit, Bundaran Margomulyo, dan di dekat Jembatan Suramadu.
Pihak tim kampanye pasangan calon tidak bisa berbuat banyak, karena kewenangan pemasangan alat peraga kampanye (APK) sepenuhnya dikendalikan oleh KPU. Hanya beberapa bahan kampanye selain baliho, spanduk, dan umbul-umbul yang dikelola oleh tim pemenangan.
            Melalui realita.co tanggal 19 Oktober lalu, KPU Kota Surabaya mengakui bahwa sosialisasi Pilwali Surabaya yang dilakukan belum masif. Hal itu dikarenakan bahan sosialisasi di luar alat peraga kampanye baru akan datang secara bertahap. KPU Kota Surabaya berjanji akan berlari kencang dalam waktu yang tersisa menjelang Pilwali 9 Desember 2015.
            Salah satu faktor keterlambatan ini yaitu masa pendaftaran yang dilakukan hingga empat tahap. Sehingga pasangan calon baru bisa ditetapkan pada tanggal 24 September 2015 lalu. Selain itu juga adanya kekeliruan dari sisi substantif maupun Per Undang-Undangan (menurut IndoElection.com). Namun hal itu dibantah oleh anggota Badan Pengawas Pemillu (Bawaslu), Nelson Simanjuntak, yang enggan menyebutkan persoalan tersebut lantaran anggaran yang kurang memadai.
            Tidak berhenti sampai di situ saja, dilansir dari beritametro.co.id, di awal-awal penyebaran alat peraga kampanye (APK), sejumlah APK diketahui hilang dan rusak. Ini merupakan salah satu yang menghambat sosialisasi kepada warga Kota Surabaya.  Selain hilang dan rusaknya APK, keterlambatan pemasangan APK juga dikeluhkan . Hal ini diakui oleh Miftakhul Gufron, Komisioner KPU Surabaya Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Logistik, adanya kendala soal lapangan. Masing-masing spanduk memiliki ukuran panjang 6 meter, sehingga untuk memasang 2 spanduk dibutuhkan tempat sepanjang 12 meter. Seperti di tengah kota, cukup susah menemukan tempat pemasangan spanduk sepanjang itu. Mau tidak mau pemasangan APK tidak berdampingan namun tetap dalam satu jalan yang sama, seperti yang ada di Jalan Adityawarman.
            Memang, semua telah diatur dalam peraturan yang telah diatur oleh pihak KPU (PKPU). Hanya saja aturan-aturan tersebut seolah memakan waktu kampanye ke masyarkat. Padahal tidak sedikit warga Surabaya yang memiliki hak pilih di Pilwali Surabaya 2015 nanti. Besar harapan KPU Kota Surabaya, Panwaslu, tim pemenangan pasangan kedua calon, dan juga tim pengurus lainnya agar warga Kota Surabaya turut berpatisipasi dalam Pilwali Kota Surabaya 2015.
 


27 October 2015

Risma Tak Datang, Deklarasi Tetap Berjalan



Surabaya (27/10) – Sebuah deklarasi berjudul “Deklarasi Pilwali Damai dan Berintegritas Tahun 2015” diadakan di Hotel Singgasana siang hari. Deklarasi yang deselenggarakan oleh Ketua KPU Kota Surabaya dan Ketua Panitia Pengawas Pemilu ini dihadiri pasangan calon walikota dan calon wakil walikota nomor urut 1 dan calon wakil walikota nomor urut 2, serta jajaran petinggi lainnya yang memiliki kepentingan akan deklarasi dan juga rekan media.
            Acara dibuka dengan pidato oleh Ketua KPU Kota Surabaya. Acara deklarasi tersebut merupakan acara yang pertama kali bertujuan untuk keterbukaan data. Keterbukaan data yang dimaksudkan yaitu data-data yang dipunya oleh KPU mulai dari proses pencalonan hingga pungutan suara akan diupload ke website, dalam program yang akan dipakai dalam proses Pilwali nantinya. Hal ini merupakan sebuah terobosan baru yang dilakukan supaya terbuka. Apabila terbuka, maka kedua pasangan calon diharapkan dapat berkompetisi secara fair dan terbuka.


Surabaya sendiri tidak hanya jadi barometer di Jawa Timur, melainkan juga  di Indonesia. “Seandainya Peraturan Per Undang-Undangan walikota dan wakil walikota bisa diduduki oleh dua orang, tentu warga Surabaya nggak akan keberatan bila dua-duanya menjabat. Namun sayangnya peraturan yang berlaku tidak begitu jadi mau tidak mau harus dilakukan kontestasi melalui pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah” ujar Robiyan Arifin.
Wahyu Haryadi, Ketua Panwaslu turut memberikan sambutan dimana sambutan tersebut berisikan evaluasi keberlangsungan kampanye Pemilihan Walikota Surabaya yang telah berjalan selama 30 hari. Tahun 2015 merupakan tahun dimana pelanggaran berkampanye sangat sedikit. Menengok di tahun 2010 terjadi hampir 25 pelanggaran dalam dua minggu masa kampanye. Secara umum tim Panwaslu memberi apresiasi untuk kedua tim kampanye paslon.
Tahun ini hanya terjadi  satu pelanggaran kampanye. Pelanggaran tersebut dilakukan oleh tim kampanye pasangan calon nomor urut 1. Pasangan calon ini menggunakan fasilitas dinas yang seharusnya tidak dilakukan. Hanya saja tidak ada cukup bukti yang menunjukkan pelanggaran itu. Sehingga pelanggaran ini tidak dapat ditindaklanjuti mengingat butuhnya bukti yang akurat atas pelanggaran. Tim Panwaslu sendiri dalam kegiatan kampanye berusaha untuk tidak menindak melainkan mencegah.
Permasalahan Alat Peraga Kampanye (APK) juga dibahas dalam pidato Ketua Panwaslu. KPU menetapkan jumlah baliho yang dipasang adalah 10 buah, namun setelah dipasang di 5 titik di wilayah Surabaya, 2 buah mengalami kerusakan baik karena alam atau ulah manusia. Spanduk yang tersebar di kecamatan ada 124 buah, namun 20%-nya mengalami kerusakan. Umbul-umbul sejumlah 6160 buah juga mengalami 20% kerusakan. Tim Panwaslu akan mengganti seluruh APK yang rusak agar kampanye berjalan lancar kembali. Sedangkan bahan kampanye lainnya sebanyak 860.000 sudah diserahkan ke masing-masing tim.
Menurut hasil catatan Panwaslu, ironinya tingkat partisipasi warga Surabaya dalam Pilwali sangat rendah di Indonesia. Hanya sebesar 45% - 46% saja. Padahal ini merupakan tingkat kota, dimana Surabaya termasuk ke dalam peringkat kedua kota yang besar. Berangkat dari sinilah Panwaslu berharap dapat meningkatkan angka tersebut.
Tim Panwaslu meresahkan sikap tim kampanye masing-masing tim pemenangan. Ini dikarenakan tim pemenangan belum melaporkan kegiatan apa saja yang telah dilakukan dalam waktu 30 hari masa kampanye saat ini kepada Polres. Padahal pihak Panwaslu telah mengingatkan kepada masing-masing tim pemenangan untuk mengurus Surat Tanda Terima Pemberitahuan Kampanye (STTPK). Ini mempersulit tim panwaslu untuk mengawal segala bentuk kampanye yang dilakukan masing-masing tim pemenangan.
Acara kemudian dilanjutkan dengan hiburan oleh Jula-Juli lalu disambung dengan penandatanganan damai oleh pihak-pihak yang terkait. Termasuk juga pasangan calon nomor urut 1 dan nomor urut 2 secara bergantian.
Terlepas dari semua itu, ketidakhadiran Tri Rismaharini membuat bertanya-tanya semua orang yang ada di dalam ruangan. Ada yang ganjil saat Wishnu Sakti Buana memberikan pidato yang cukup singkat tanpa bertele-tele hanya seorang diri di podium. Ketika diminta penjelasan, Wishnu mengatakan bahwa Tri Rismaharini berhalangan hadir dikarenakan ada undangan lain yang tidak bisa dibatalkan. “Lah…kenapa KPU ngundang baru kemarin sore datangnya? Lah…sementara kita sudah konfirmasi ke masyarakat. Kalau undangan itu berhubungan dengan masyarakat memang kita nggak bisa cancel. Kasihan mereka sudah menyiapkan makan, masak, dan sebagainya. Mau di-cancel hanya untuk urusan begini? Ya kan lebih baik….” Tuturnya di hadapan para wartawan media. Padahal asumsi ketidakhadiran Risma dapat berimbas pada integritas pasangan Risma - Wishnu di mata KPU Surabaya.
Berdasarkan jawaban Wishnu, dapat dikategorikan bahwa ketidakhadiran Risma dikarenakan oleh keterlambatan undangan dari pihak KPU. “Kesalahan KPU. Kenapa KPU tidak jauh-jauh hari? Sehingga kita bisa menata schedule.” Lanjutnya ketika salah seorang wartawan menyimpulkan bahwa acara deklarasi ini dirasa tidak penting. “Ya lebih milih ketemu wargalah daripada….kalau nggak ndadak kita memang mengutamakan KPU. Ya kalau ndadak ya bukan kesalahan kita. Kalau jauh-jauh hari kan enak bisa dikomunikasikan.”
Wishnu sendiri menganggap bahwa acara deklarasi hari ini memboroskan anggaran. Karena deklarasi damai kali ini merupakan acara yang diulang sama persis saat berada di Polrestabes Surabaya. Tidak hanya Wishnu yang menganggap begitu, melainkan tim pemenangan nomor urut 1 juga merasakan hal yang sama. Terlebih lagi saat di Polrestabes semua yang hadir lengkap tanpa ada yang diwakilkan.
Berbeda dengan keterangan yang diberikan Robiyan Arifin, ketua KPU Kota Surabaya melalui surabayanews.co.id, Robiyan Arifin membantah bila undangan baru diberikan sore kemarin. Undangan acara deklarasi damai sudah diserahkan KPU Kota Surabaya seminggu sebelum acara. Meskipun demikian pihak KPU tidak terlalu menyesalkan ketidakhadiran Risma namun acara deklarasi damai seharusnya dihadiri oleh kedua pasangan calon yang bertarung di Pilkada Surabaya. Dalam kutipan surabayanews.co.id, Robiyan juga menegaskan bahwa acara ini tidak sama dengan acara deklarasi yang diselenggarakan oleh Polrestabes Surabaya. Menurutnya acara yang diselenggarakan Polrestabes sebelumnya lebih ke deklarasi siap menang dan kalah oleh kedua pasangan calon. 

  

Tautan:

26 October 2015

Singkatnya Waktu Kampanye, Apapun Dapat Dilakukan




Dilansir dari portal berita online detik.com tanggal 21 Oktober 2015, PDIP kecewa dengan sikap Panitia Pengawas yang dinilai tidak tegas dalam penertiban atribut kampanye illegal Pilkada Kota Surabaya. Banyak pelanggaran yang disertai bukti telah dilaporkan oleh PDIP namun tak ada tindakan dari pihak Panitia Pengawas Pilkada Kota Surabaya (26/10).
            Hal ini memang terlihat dari adanya pemasangan stiker yang ada di belakang angkutan kota. Stiker di angkutan umum tersebut secara ukuran dianggap sudah menyalahi aturan, termasuk isi tulisan yang ada di dalam spanduk. Bahkan, salah satu pasangan calon melibatkan tempat pendidikan sebagai tempat sosialisasi. Namun tak ada tindakan tegas dari Panwaslu akan hal itu.
Padahal menurut keterangan dari DPC PDIP, “Sesuai Undang-Undang PKPU No. 7, bahwa di Surabaya ini atribut untuk kampanye tingkat kecamatan hanya 20 buah, sedangkan tingkat kelurahan hanya 2 buah. Itupun yang memasang KPU. Kita tidak bisa mencetak alat peraga sendiri kecuali punya posko yang didaftarkan ke KPU. Lalu kemudian cetak sendiri untuk di posko bisa, tapi kalau di jalan bebas itu tidak bisa. Titik titik pemasangan sudah diatur oleh KPU. Biasanya kan terlihat jejer gitu nah itu yang masang KPU”.
            Pada berita sebelumnya, tanggal 15 Oktober 2015, bahan kampanye telah didistribusikan KPU Kota Surabaya. Penyediaan bahan kampanye berupa flyer dan poster, serta alat peraga kampanye (APK) berupa baliho, umbul-umbul dan spanduk, semuanya dilakukan oleh pihak KPU. Khusus Surabaya, jumlah baliho masing-masing pasangan calon sebanyak 5 buah dan umbul-umbul yang tersedia sebanyak 10 buah. Sehingga tim kampanye masing-masing calon hanya diperbolehkan untuk memproduksi souvenir seperti mug dan stiker yang bisa diberikan kepada masyarakat. Namun tetap sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya yakni dengan ukuran maksimal 10 x 5 cm atau nilainya tidak lebih dari Rp 25.000,00 per item.
            Pihak PDIP merasa bahwa telah mengikuti semua aturan yang diberlakukan oleh Panitia Pengawas, seperti tidak membagi sembako atau bahkan money politic. Namun disayangkan apabila sikap dari Panitia Pengawas acuh tak acuh terhadap pelanggaran-pelanggaran yang ada. Meskipun mengingat popularitas Calon Walikota yang diusung PDIP mengungguli hasil survey yang ada.
            Menurut Taru Sasmita, DPC PDIP Surabaya, saat ditemui hari Senin kemarin mengatakan bahwa sesuai dengan hasil survey keterpilihan yang telah dilakukan, pasangan Risma – Wishnu mendapatkan 90% suara. Survey tersebut dilakukan secara terstruktur secara berkala dan dilakukan dengan evaluasi. Sehingga pihak PDIP berdasarkan hasil survey tersebut yakin seyakin-yakinnya akan memenangkan Pilwali Kota Surabaya 2015.
            Meskipun hasil survey menunjukkan kemenangan secara prosentase, berdasarkan berita online di detik.com, PDIP pengusung Risma – Whisnu meminta kepada mesin partai dan tim pemenangan tidak lengah dan tetap jumawa. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya keduanya telah menjabat di periode sebelumnya. Setidaknya warga Surabaya sudah pernah merasakan berada di bawah kepemimpinan pasangan calon tersebut.
            Namun yang disayangkan, menurut penuturan Taru, tim kampanye PDIP tidak membidik pemilih pemula secara khusus. Padahal para pemilih pemula inilah yang seharusnya disuntikkan benih-benih politik agar nantinya berani memiliki sikap. Namun hal ini cukup beralasan, semua terkendala soal waktu. Memang,, waktu yang diberikan tidak begitu panjang. Hanya kurang lebih sekitar 2 bulan, atau setara 60 hari waktu yang dapat dimanfaatkan untuk kampanye. Sedangkan program-program kampanye lainnya juga cukup memakan waktu. Meskipun di periode sebelumnya, tim kampanye sempat memberikan beberapa kegiatan bagi pemilih pemula. Seperti bimbingan belajar gratis, pelatihan untuk tes masuk perguruan tinggi, festival band, dan acara lainnya yang berkaitan dengan anak muda. Berbeda dengan tahun ini yang tidak mengadakan acara-acara semacam itu. Ini dikarenakan adanya ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh pihak KPU Kota Surabaya.
Singkatnya waktu kampanye dapat menjadi salah satu faktor adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut. Tim kampanye seolah-olah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tempat di masyarakat. Termasuk juga salah satunya yakni adanya isu mengenai Risma yang dituduh sebagai tersangka dalam kasus pengembangan Pasar Turi. Berita ini mencuat hari Jumat lalu, beberapa stasiun televisi dengan sigap menayangkan berita mengenai hal itu. Pengajuan tersangka tersebut sesuai dengan yang tertera dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor B/415/V/15/ Reskrimum yang dikirim Kepolisian Daerah Jawa Timur.
“Memang benar ada suratnya dari Polda.” kata Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Andik M. Taufik.
Namun beberapa hari kemudian, pembeberan kronologi kejadian beredar di media online tempo.co bahwa Risma bukan tersangka.  Ini dibeberkan oleh Kepala Kepolisian RI Badrodin Haiti, bahwa dalam kasus ini merupakan perkara perjanjian Risma dengan pengembang Pasar Turi, Surabaya. Risma mengatakan bahwa pembangunan masih 80% sehingga belum bisa ditempati. Namun, beberapa waktu kemudian pengembang tersebut meminta para pedagang untuk kembali ke Pasar Turi dengan alasan pembangunan telah selesai. Padahal Risma belum mengiyakan. Karena biaya yang dikenakan kepada pedagang dirasa begitu mahal, maka banyak pedagang yang protes. Penampungan tersebut menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan demikian, untuk pembongkaran perlu adanya persetujuan dari DPRD. Apabila dipenuhi 100% namun Risma tidak melakukan hal itu maka kasus tergolong kasus perdata bukan pidana.
Menurut TEMPO.CO, Ponorogo, 26 Oktober 2015, Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menganggap penetapan status mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharini sebagai tersangka merupakan proses penggamblengan. Menurut Hasto, penetapan tersangka kepada Risma merupakan upaya penjegalan menjelang pilkada Surabaya yang akan digelar pada Desember nanti. “Sejak dulu sudah sering dijegal, tapi gagal.”kata Hasto.
Menurut Taru, isu mengenai Risma itu merupakan bagian dari black campaign. Upaya yang dilakukan yakni sedang tampil lewat media bahkan Kapolri juga untuk mengklarifikasi apa yang telah terjadi sebenarnya. Rekan-rekan Cabang PDIP rencananya telah mendatangi Kapolda untuk klarfiikasi. Isu semacam itu tidak mengganggu pencalonan Risma – Wishnu menjadi calon walikota dan wakil walikota Surabaya.



Tautan:
http://m.tempo.co/read/news/2015/10/15/058709596/tim-risma-persoalkan-kampanye-stiker-rasiyo-lucy 
http://m.detik.com/news/berita/3049070/anggap-panwas-pilkada-surabaya-lembek-pdip-beri-nilai-4 
http://m.detik.com/news/berita/3045171/kpu-surabaya-distribusikan-bahan-kampanye-pilkada-ke-tim-pemenangan 
http://m.detik.com/news/berita/3045303/elektabilitas-risma-whisnu-terus-naik-pdip-jangan-lengah-terus-kerja-keras 
http://m.tempo.co/read/news/2015/10/26/078713070/begini-isi-surat-penyidikan-yang-menyebut-risma-tersangka 
 http://m.tempo.co/read/news/2015/10/26/078712970/risma-tersangka-sekjen-pdip-ini-penggemblengan
http://m.tempo.co/read/news/2015/10/26/078713125/kapolri-risma-tidak-bersalah-begini-kronologinya