Dilansir
dari portal berita online detik.com
tanggal 21 Oktober 2015, PDIP kecewa dengan sikap Panitia Pengawas yang dinilai
tidak tegas dalam penertiban atribut kampanye illegal Pilkada Kota Surabaya.
Banyak pelanggaran yang disertai bukti telah dilaporkan oleh PDIP namun tak ada
tindakan dari pihak Panitia Pengawas Pilkada Kota Surabaya (26/10).
Hal ini memang terlihat dari adanya
pemasangan stiker yang ada di belakang angkutan kota. Stiker di angkutan umum
tersebut secara ukuran dianggap sudah menyalahi aturan, termasuk isi tulisan
yang ada di dalam spanduk. Bahkan, salah satu pasangan calon melibatkan tempat
pendidikan sebagai tempat sosialisasi. Namun tak ada tindakan tegas dari
Panwaslu akan hal itu.
Padahal
menurut keterangan dari DPC PDIP, “Sesuai Undang-Undang PKPU No. 7, bahwa di
Surabaya ini atribut untuk kampanye tingkat kecamatan hanya 20 buah, sedangkan
tingkat kelurahan hanya 2 buah. Itupun yang memasang KPU. Kita tidak bisa
mencetak alat peraga sendiri kecuali punya posko yang didaftarkan ke KPU. Lalu
kemudian cetak sendiri untuk di posko bisa, tapi kalau di jalan bebas itu tidak
bisa. Titik titik pemasangan sudah diatur oleh KPU. Biasanya kan terlihat jejer gitu nah itu yang masang KPU”.
Pada berita sebelumnya, tanggal 15
Oktober 2015, bahan kampanye telah didistribusikan KPU Kota Surabaya.
Penyediaan bahan kampanye berupa flyer dan poster, serta alat peraga kampanye
(APK) berupa baliho, umbul-umbul dan spanduk, semuanya dilakukan oleh pihak
KPU. Khusus Surabaya, jumlah baliho masing-masing pasangan calon sebanyak 5
buah dan umbul-umbul yang tersedia sebanyak 10 buah. Sehingga tim kampanye
masing-masing calon hanya diperbolehkan untuk memproduksi souvenir seperti mug
dan stiker yang bisa diberikan kepada masyarakat. Namun tetap sesuai dengan
ketentuan yang telah dibuat sebelumnya yakni dengan ukuran maksimal 10 x 5 cm
atau nilainya tidak lebih dari Rp 25.000,00 per item.
Pihak PDIP merasa bahwa telah mengikuti
semua aturan yang diberlakukan oleh Panitia Pengawas, seperti tidak membagi
sembako atau bahkan money politic.
Namun disayangkan apabila sikap dari Panitia Pengawas acuh tak acuh terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang ada. Meskipun mengingat popularitas Calon Walikota
yang diusung PDIP mengungguli hasil survey yang ada.
Menurut Taru Sasmita, DPC PDIP
Surabaya, saat ditemui hari Senin kemarin mengatakan bahwa sesuai dengan hasil
survey keterpilihan yang telah dilakukan, pasangan Risma – Wishnu mendapatkan
90% suara. Survey tersebut dilakukan secara terstruktur secara berkala dan
dilakukan dengan evaluasi. Sehingga pihak PDIP berdasarkan hasil survey
tersebut yakin seyakin-yakinnya akan memenangkan Pilwali Kota Surabaya 2015.
Meskipun hasil survey menunjukkan
kemenangan secara prosentase, berdasarkan berita online di detik.com, PDIP
pengusung Risma – Whisnu meminta kepada mesin partai dan tim pemenangan tidak
lengah dan tetap jumawa. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya keduanya telah
menjabat di periode sebelumnya. Setidaknya warga Surabaya sudah pernah
merasakan berada di bawah kepemimpinan pasangan calon tersebut.
Namun yang disayangkan, menurut
penuturan Taru, tim kampanye PDIP tidak membidik pemilih pemula secara khusus.
Padahal para pemilih pemula inilah yang seharusnya disuntikkan benih-benih politik
agar nantinya berani memiliki sikap. Namun hal ini cukup beralasan, semua
terkendala soal waktu. Memang,, waktu yang diberikan tidak begitu panjang.
Hanya kurang lebih sekitar 2 bulan, atau setara 60 hari waktu yang dapat
dimanfaatkan untuk kampanye. Sedangkan program-program kampanye lainnya juga
cukup memakan waktu. Meskipun di periode sebelumnya, tim kampanye sempat
memberikan beberapa kegiatan bagi pemilih pemula. Seperti bimbingan belajar
gratis, pelatihan untuk tes masuk perguruan tinggi, festival band, dan acara
lainnya yang berkaitan dengan anak muda. Berbeda dengan tahun ini yang tidak
mengadakan acara-acara semacam itu. Ini dikarenakan adanya ketentuan-ketentuan
yang telah dibuat oleh pihak KPU Kota Surabaya.
Singkatnya
waktu kampanye dapat menjadi salah satu faktor adanya pelanggaran-pelanggaran
tersebut. Tim kampanye seolah-olah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
tempat di masyarakat. Termasuk juga salah satunya yakni adanya isu mengenai
Risma yang dituduh sebagai tersangka dalam kasus pengembangan Pasar Turi.
Berita ini mencuat hari Jumat lalu, beberapa stasiun televisi dengan sigap
menayangkan berita mengenai hal itu. Pengajuan tersangka tersebut sesuai dengan
yang tertera dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor
B/415/V/15/ Reskrimum yang dikirim Kepolisian Daerah Jawa Timur.
“Memang
benar ada suratnya dari Polda.” kata Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa
Timur, Andik M. Taufik.
Namun
beberapa hari kemudian, pembeberan kronologi kejadian beredar di media online tempo.co bahwa Risma bukan tersangka. Ini dibeberkan oleh Kepala Kepolisian RI
Badrodin Haiti, bahwa dalam kasus ini merupakan perkara perjanjian Risma dengan
pengembang Pasar Turi, Surabaya. Risma mengatakan bahwa pembangunan masih 80%
sehingga belum bisa ditempati. Namun, beberapa waktu kemudian pengembang
tersebut meminta para pedagang untuk kembali ke Pasar Turi dengan alasan
pembangunan telah selesai. Padahal Risma belum mengiyakan. Karena biaya yang
dikenakan kepada pedagang dirasa begitu mahal, maka banyak pedagang yang
protes. Penampungan tersebut menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Dengan demikian, untuk pembongkaran perlu adanya
persetujuan dari DPRD. Apabila dipenuhi 100% namun Risma tidak melakukan hal itu
maka kasus tergolong kasus perdata bukan pidana.
Menurut
TEMPO.CO, Ponorogo, 26 Oktober 2015, Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menganggap
penetapan status mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharini sebagai tersangka
merupakan proses penggamblengan. Menurut Hasto, penetapan tersangka kepada
Risma merupakan upaya penjegalan menjelang pilkada Surabaya yang akan digelar
pada Desember nanti. “Sejak dulu sudah sering dijegal, tapi gagal.”kata Hasto.
Menurut
Taru, isu mengenai Risma itu merupakan bagian dari black campaign. Upaya yang dilakukan yakni sedang tampil lewat
media bahkan Kapolri juga untuk mengklarifikasi apa yang telah terjadi
sebenarnya. Rekan-rekan Cabang PDIP rencananya telah mendatangi Kapolda untuk
klarfiikasi. Isu semacam itu tidak mengganggu pencalonan Risma – Wishnu menjadi calon walikota
dan wakil walikota Surabaya.
Tautan:
http://m.tempo.co/read/news/2015/10/15/058709596/tim-risma-persoalkan-kampanye-stiker-rasiyo-lucy
http://m.detik.com/news/berita/3049070/anggap-panwas-pilkada-surabaya-lembek-pdip-beri-nilai-4
http://m.detik.com/news/berita/3045171/kpu-surabaya-distribusikan-bahan-kampanye-pilkada-ke-tim-pemenangan
http://m.detik.com/news/berita/3045303/elektabilitas-risma-whisnu-terus-naik-pdip-jangan-lengah-terus-kerja-keras
http://m.tempo.co/read/news/2015/10/26/078713070/begini-isi-surat-penyidikan-yang-menyebut-risma-tersangka
http://m.tempo.co/read/news/2015/10/26/078712970/risma-tersangka-sekjen-pdip-ini-penggemblengan
http://m.tempo.co/read/news/2015/10/26/078713125/kapolri-risma-tidak-bersalah-begini-kronologinya
No comments:
Post a Comment