“Halo namaku, Anjani.
Anjani Paramitha. Anak tunggal dari kedua orang tuaku yang sibuk hilir-mudik ke
luar kota, jadi aku lebih sering tinggal dengan Bik Tinah dan Mang Jajang.
Temanku biasa manggil aku, Jani. Hanya saja tak begitu banyak teman yang aku punya.
Aku tak kenal banyak, hanya minoritas. Oh ya, aku hobi makan, sehari bisa empat
kali, hanya saja lambungku kecil jadi nggak bisa gendut, cukup 45 kg. ngenes
kan? Padahal udah jajan banyak. Hmm…aku suka jajan cheesecake di kantin sekolah
kalo nggak gitu ya batagor bumbu sedikit pake kecap yang banyak. Untung ada Pak
Bakri yang jualan itu di kantin sekolah. Oh ya, sekolahku keren lhoo gedungnya
besar kelas internasional, sekarang aku duduk di bangku kelas 11 baru tiga
bulan aku barengan sama 27 temanku yang lain di kelas. Teman sebangkuku Luna, dia suka banget sama
yang namanya shopping, hanya saja dia
menjadi reseller di salah satu outlet
di kota ini. Entah, aku tak paham apa maksudnya. Hanya saja aku yakin dia akan
jadi pebisnis nantinya, pebisnis di dunia fashion.
Sayangnya sampai detik ini Luna belum punya pacar, ada yang mau pacaran sama
Luna, nggak? Dia cantik kok..hihihi, karena menurutku cantik merupakan modal
utama untuk mendapatkan pacar. Ya kan, para lelaki? Nggak usah bohong deh. Tapi
nggak masalah sih, jomblo…eh single nggak selamanya menderita. Justru pada saat
tertentu kita merasa bebas, seperti aku. Aku single lhoo..hehehe, dalam waktu
yang cukup lama. Eh, tapi belum tentu aku nggak pernah pacaran lho
yaa..Mantanku sampai saat ini ada tiga, mau tau namanya enggak? Ada Yoga, Tyo,
sama Luki. Aku kalo pacaran belum pernah sampai tahuna, cukup bulanan, maksimal
enam bulan. Entah apa yang menyebabkan hubunganku selalu kandas seperti itu. Oh
ya, bukan berarti kalo aku single aku nggak suka sama siapapun lho? Aku suka
sama temanku, namanya Aria, Arian Regansyah. Anak IPS. Dia beken seantero
sekolah. Siapa sih yang nggak kenal dia? Layaknya novel-novel kebanyakan,
selalu ada tokoh cowok ato cewek yang namanya harum seantero sekolah. Itu tradisi.
Ya! Tradisi fiksi, bener kan? Oh ya, balik lagi ke Aria. Aku lebih suka
memanggilnya Regan. Aku rasa nama itu jauh lebih elegan disbanding Aria ataupun
Rian seperti kebanyakan orang memanggilnya. Aku sudah suka dia sejak MOP di
SMA, saat dia dihukum di bawah tiang bendera. Bukan suka yang bagaimana sih
awalnya, hanya rasa kagum di awal. Namun, lama-lama rasa itu melekat. Hanya saja
aku hanya partikel kecil yang tak terlihat di ujung matanya sekalipun. Mungkin dia
membutuhkan mikroskop untuk melihatku. Aku sering sengaja pulang sore, hanya
untuk melihatnya bermain basket. Dimana di saat berada di titik tertinggi di
kecepatan nol merupakan momen berharga, ketika Regan menenggak air mineral
dengan keringat yang bercucuran dimana-mana. Seksi. Aku terpana. Entah aku
merasa menjadi wanita beruntung mendapatkan fotonya dengan berbagai pose yang
kuharapkan. Nih fotonya…keren, kan? Kamu pasti suka juga. Eits, jangan ya, dia
akan menjadi milikku selamanya. Di hatiku. Aah tapi percuma, dia tak pernah tau
apa yang kurasa. Dia sibuk dengan Karel Draw itu, yang hobi banget
nempel-nempel sama Regan. Entah ini bener ato nggak. Hari itu aku lihat…eh
sebentar, aku ambil diaryku biar lebih akurat. Hmm…dimana yaa, di sini terlalu
banyak catatan tentang Regan yang aku lihat setiap hari. Nah ini dia! Tanggal
25 Februari 2012. Aku tanpa sengaja melihatnya bertengkar dengan Karel di
halaman belakang sekolah. Entah separah apa kesalahan yang dilakukan Karel
hingga Regan menamparnya. Isu yang aku denger sih, Karel bercinta dengan
Ankara. Itu yang menyebabkan Regan marah. Marah besar. Di situlah aku bisa
mengerti dari pancaran mata Regan yang begitu bening dan mengeluarkan aura, dia
begitu setia. Menyayangi Karel yang menurutku tak begitu pantas bersanding
dengan Regan. Aku hanya mampu melihatnya dari kejauhan. Aku tak berani
mengungkapkannya. Untung saja aku berhasil menyelipkan secarik kertas dalam
kado yang kuberikan padanya. Entah, itu akan menjadi yang pertama dan terakhir
atau akan berlanjut. Pagi itu aku sengaj menunggu di depan pintu kelasnya,
berharap dia akan datang lebih pagi seperti biasanya. Cukup sepuluh menit aku
menunggu, dia langsung datang. Aku tersenyum, entah rasanya hari itu aku nggak
tau malu, aku cukup percaya diri dengan semua yang kupersiapkan cukup matang.
Regan menatapku keheranan, menatapku yang senyum-senyum sendiri lalu
menyodorkan sekotak kado dengan kertas kado merah maron yang membungkusnya. Aku
yakin sekarang kamu tau ada penggemar rahasia, ada mata yang lain sibuk
mengamati, dan hati yang lain sedang menunggu, itu aku.”
Klik.
Video itu habis. Aku menatap kotak kado yang masih
bertengger manis di sudut meja belajarku. Handuk kecil dengan rajutan manis
terukir namaku yang dulu terbungkus rapi masih tersimpan dengan baik. Aku enggan
memakainya. Bukan enggak karena tak suka, namun bagiku sangat disayangkan. Begitu
juga secarik kertas yang terselip bertuliskan “Aku menyayangimu sampai kapanpun
–by secret admirer, Anjani Paramitha”. Tanpa terasa air mata menetes perlahan
di pipi.
“Hei, udah jam Sembilan nih. Yuk buruan, lo udah bawa
bunga kesukaannya kan? Tulip putih.” Suara Nanta membuyarkan lamunanku. Dengan cepat
aku menghapus tiap titik yang ada di sekitar mata.
Hari ini genap tiga tahun Anjani pergi dengan membawa
penyakit kanker otak yang bersarang di tubuhnya sejak dua tahun sebelum ia
pergi untuk selamanya. Sedangkan aku, aku selalu menonton video yang dibuatnya
persis tiga tahun lalu sebelum akhirnya kaker itu mematikan tubuhnya. Entah penyesalan
macam apa yang menggerogoti hatiku. Kalau nyatanya, ada hati yang lain yang tak
terlihat namun jauh lebih cemerlang.
“Anjani, terima kasih. Aku merengkuhmu dalam doa.” –Regan.
No comments:
Post a Comment