Follow Me

Jangan Menghalangiku! Aku sendiri Tak Tahu Kemana Kakiku Akan Melangkah!

07 April 2013

prolog...



Kilometer. Mungkin itu salah satu kata yang terbesit di otak kita saat mendengar kata ‘jarak’. Jarak itu abstrak. Absurd. Tabu. Tak jelas apa maknanya. Apabila dikaitkan dengan rumus kecepatan, jarak berhubungan erat dengan waktu. Seperti halnya dengan cinta yang juga mempunyai jarak. Tak selamanya dia selalu ada di samping kita. Bisa saja dia pergi entah kemana tanpa membawa…hati kita.
Kurang lebih seperti itulah paragraf terakhir dari buku harianku malam ini. aku menutup buku berwarna coklat muda di pangkuanku perlahan. Buku harian dengan tebal sekitar 300 halaman ini telah kuisi sepertiganya dengan cerita sehari-hari. Bisa dibilang buku ini merupakan saksi hidupku. Karena aku tak tahu harus berbagi dengan siapa lagi. Bukannya aku tak percaya dengan adanya sahabat, hanya saja pada bagian tertentu aku tak bisa menceritakannya secara bebas pada mereka.
Aku menghela napas panjang. Mencoba melepaskan beban seiring dengan napas yang kubuang perlahan. Pikiranku tak tentu arah. Melayang tak begitu jelas. Semua kembali ke masa lalu, dimana semuanya belum seperti ini. Ketiga sahabatku, kedua saudaraku, lelaki itu, termasuk juga Mama yang telah pergi lebih dulu sejak aku kecil.
Lelaki itu. Entah sudah berapa lama aku tidak menjalin komunikasi dengannya. Bukan karena tidak sempat, hanya saja aku terlalu malu untuk memulai pembicaraan, memulai untuk menghubunginya terlebih dulu. Entah rindu macam apa yang menggerayangi seluruh tubuhku. Namun, aku mencoba untuk tidak mempeduikannya meskipun sebenarnya aku begitu peduli dengan semua yang berkaitan dengannya.
Ponsel yang kuletakkan di sebelahku tak bergeming sedikitpun. Kujelajahi nama demi nama yang bertengger di kontakku. Hingga pada satu nama aku berhenti untuk beberapa ratus detik. Antara iya dan tidak. Ingin sekali rasanya menekan tombol hijau di pojok kiri bawah. Setelah cukup lama aku menghapus keraguan dan meningkatkan nyali, aku menekannya.
Tut…tut…tut…tersambung
Dengan jantung yang berdebar-debar aku mencoba untuk tetap tenang.
“Halo?”
Deg!
Terdengar jelas suaranya yang berat namun penuh dengan kharisma yang sudah lama tak kudengar. Entah energy macam apa yang disalurkannya hanya dengan suara, mampu menghipnotisku dengan cepat. Bibirku terkunci rapat. Ingin rasanya bertanya banyak hal, mengenai kabar, aktivitas, kekasih, dan segala macamnya. Hanya saja……aku tak mampu.
Klik
{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}

“Halo?”
            “Ya..”
“Gimana? Lo udah baca teks gue, kan?”
            “Iya, gue udah baca.”
            “Terus gimana?”
Sejenak suasana menjadi hening. Tak ada jawaban.
“Jadi gimana?” ulangnya. “Kalo menurut gue sih mending lo jangan bilang apa-apa.” lanjutnya
“Jangan….” Cegahnya setelah mengunci bibir untuk beberapa saat.
            “Lo gila, apa?”
“Gue bisa tanganin ini. Yang jelas, jangan kasih tahu dia dulu. Biar gue aja.”
            “Oke deh, gue percayain semuanya sama lo.”
“Pasti!”
Klik.

No comments:

Post a Comment