Follow Me

Jangan Menghalangiku! Aku sendiri Tak Tahu Kemana Kakiku Akan Melangkah!

18 July 2012

first - last


              Kalau bukan gara-gara Rio, adik Adly, mungkin Adly nggak akan berlarian sambiil menenteng skateboard kesayangannya dengan harapan semoga gerbang sekolah masih terbuka pagi ini. Namun, meskipun gerbang sudah tertutup rapatpun sebenarnya Adly masih bisa masuk dengan bebas seperti biasanya. Gerbang sekolah yang tinggal beberapa meter lagi di depan mata sudah hampir menutup rapat berkat satpam bertubuh gemuk yang mendorongnya perlahan. Sial! Mana mungkin tetap menerabas masuk sementara gerbang sudah tertutup rapat? Mau cari mati?! Adly langsung memutar otak diiringi bibir kanannya yang tersungging ke atas. Adly berlari kencang menuju pagar beton samping sekolah sebelum sepuluh menit lagi Pak Bono melakukan operasi keliling memberantas bocah nakal macam Adly.
            Nggak butuh waktu lama untuk kelihaian seorang Adly memanjat pagar beton yang tingginya dua kali dari tinggi badannya. Biasalaaah, Adly sudah terlatih akan hal yang seperti itu.
“HEY KAMUU!!” Terdengar teriakan seoraang guru setelah Adly menginjakkan kakinya di tanah.
SIAL!
“Berani-beraninya kamuu…..” lanjut Pak Bono meneriaki tanpa menghampiri. Maklumlah, guru ketertiban yang satu itu mengidap penyakit rabun dan saat ini beliau tidak memakai kacamata. PERFECT!
“Ampuuuun Paaaakk….” Teriak Adly langsung berlari bebas sambil tertawa geli menuju ke barisan upacara terdekat setelah meletakkan tas dan skateboard-nya di salah satu lemari OB di dekat kamar mandi.
“Misi…misiii….” Bisik Adly menyerobot sebuah barisan, entah bariasan kelas berapa dan langsung menuju barisan cowok. Adly memutuskan untuk baris di perbatasan barisan kelas, gerakan Adly yang secara tiba-tiba itu nggak luput dari pandangan banyak pasang mata di sekitarnya. Karena nggak mau pandangan itu jadi penyebab ketahuan, terpaksa Adly melototin mata ke segala arah sehingga nggak ada satupun yang berani melihat cowok bertubuh atletis itu.
“Ya ampuuuun panasnyaaa..” suara lirih dari seorang cewek yang berada tepat di belakang Adly terdengar sangat jelas.
Memang benar, pagi ini cuacanya kelewat cerah. Saking semangatnya matahari menyinari bumi sampai-sampai terasa seperti neraka bocor. Adly melirik ke belakang, dilihatnya seorang cewek yang berbaris tepat di belakangnya menundukkan kepalanya dalam-dalam di balik topi di kepalanya agar tidak terkena sinar matahari. Ternyata posisi Adly tidak cukup memberi bayangan teduh untuk menutupi manusia di belakangnya dari sinar matahari.Adly yang memiliki postur tubuh yang lebih tinggi langsung berinisiatif menggeser posisi badannya sehingga bayangan tubuhnya tepat mengenai cewek kepanasan yang berada di belakangnya. Alhasil, cewek itu langsung mendongakkan kepalanya ke arah Adly sambil melongo tidak percaya. Adly hanya tersenyum tipis melihat ekspresinya.
20 menit kegiatan rutinitas di hari Senin itupun akhirnya berakhir juga. Buru-buru Adly bubar barisan dan berlari menuju lemari OB dimana tas dan skateboard-nya diletakkan sebelum akhirnya hilang entah kemana. Setelah itu, Adly berlari ke kelas agar nggak ada satu jejakpun terdeteksi oleh guru ketertiban
“GILA! Kamu telat lagi?!” teriak Koko membelalakkan mata nggak percaya. Namun, Adly hanya menaikkan sebelah alisnya dan menghempaskan pantatnya ke kursi. “Telat tiga kali di hari Senin dan kamu lolos?!” lagi-lagi Koko tidak percaya. Sebenarnya dia sangat iri pada Adly karena selalu ada saja cara untuk lolos, sedangkan dia? Hanya bisa berdoa agar orang tuanya tidak sampai dipanggil guru BK.
“Lebay banget sih, biasa aja kalii..” Adly mengusap-usap daun telingan karena suara bass milik Koko dinilainya tidak cukup merdu.
“GILA!” Koko masih menggelengkan kepala.
It’s so simple.
Koko memutar kedua bola matanya setiap kali mendengar kata itu meluncur dari mulut Adly. “Eh ngomong - ngomong, tadi baris dimana? Kok nggak kelihatan? Biasanya kan kelihatan di barisan anak IPS?”
Adly menggelengkan kepala. “Aku juga nggak tahu tadi baris dimana. Kan nomaden, tapi kayaknya tadi terdampar di barisan kelas XI deh.”
“XI IPA?”
Adly menaikkan bahu. “Eh..” Adly menepuk bahu Koko. “Tahu nggak adek kelas yang hobi dikuncir kuda?”
Koko mengernyitkan dahi. “Kuncir kuda? Banyak kali, brooo…” Koko tertawa mendengar pertanyaan Adly barusan. “Fio kapten cheerleader suka dikuncir kuda kalo latihan, Mia yang pecinta alam juga suka dikuncir kalo lagi manjat, Dinda yang anak OSIS, Lulu yang cupu juga. Banyaaakk…” lanjut Koko menyebutkaan satu persatu cewek yang diingatnya suka dikuncir kuda.
“Iya juga yaaaaa…” Adly menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Memangnya kenapa?” Koko penasaran.
Adly menggeleng. “Hahahaha, nggak kok.”
“Bohong deh! Jangan bilang kalo kamu lagi naksir cewek yang suka kuncir kuda waktu baris tadi?”
Adly mendelik. “S-O-K-T-A-U! mentang-mentang yang kemarin baru jadian. Ciyeeee….” Adly menoyor kepala Koko.
*****
            Bener-bener Tuhan memang Mahakuasa. Tadi pagi cuaca cerahnya nggak ketulungan, eh pulang sekolah malah hujan begini. Mau nggak mau Adly memilih untuk bertahan di sekolah menunggu hingga hujan reda. Mana mungkin Adly menerabas hujan hanya dengan bekal sebuah skateboard dan sebuah dompet yang tertinggal di rumah. Demi apa coba?
            Hanya ada rintikan hujan dihadapannya sekarang. Semua anak sudah memilih untuk pulang usai bel berbunyi tadi sebelum akhirnya hujan turun. Koko juga, Ia sudah pulang lebih dulu karena harus menjeput adiknya. Adly memang lebih suka melakukan aktivitas sendirian selama dia bisa, bukan berarti Adly egois, bukan. Melainkan Adly ingin lebih mandiri dalam mengerjakan segala hal.
“Udah, kamu pulang aja. Aku nggak apa-apa kok, Dean.”
Adly menoleh ke arah sumber suara. Oooh cewek…
“Yakin nggak apa-apa?” ujar cewek yang wajahnya terlihat oleh Adly.
“Iya nggak apa-apa. Kamu kan udah dijemput. Ada les piano juga kan? Kamu duluan aja.” Kata cewek yang satu lagi yang membelakangi Adly dengan kuncir kudanya.
Kuncir kuda? Jangan-jangan cewek yang tadi?! Ah mana mungkin? Seperti kata Koko tadi, di sekolah ini nggak cuma satu yang suka dikuncir kuda. Batin Adly.
“Eh Kak-Kak.” Kata cewek itu menepuk bahu Adly hingga yang ditepuk bahunya menoleh. “Jagain temenku ya Kak, sampe dia dijemput sama sopirnya. Jangan diapa-apain lho yaaa..” ujarnya sok kenal dengan Adly.
Lha dikira aku babysitter-nya? Batin Adly.
Mau nggak mau Adly hanya tersenyum kecut. Cewek yang membelakangi Adly ikut menoleh.
Ih cewek yang tadi! Teriak batin Adly sumringah.
“Eh, Kakaknya dimintai tolong malah ngelamun. Heh Kak!”
Lamunan Adly buyar seketika. “Iya…iya..” Adly menganggukkan kepala dengan cepat.
“Oke, aku pulang dulu ya Kina, bye…” ujar cewek itu berjalan menjauh.
Oooh, Kina toh namanya!
Usai temannya pergi, Adly menggeser posisi duduknya menyisakannya untuk Kina. Tanpa malu-malu cewek itu langsung duduk di sebelah Adly karena hanya ada satu kursi beton di bawah tangga Aula. Mau nggak mau Kina memilih untuk duduk dengan orang yang tak dikenalnya daripada harus berdiri hingga sopirnya datang menjemput.
Hening. Hanya suara rintikan hujan yang terdengar selama beberapa menit kemudian.
“Makasih, Kak.” Kata Kina lirih tidak cukup mengalahkan volume rintikan hujan kala itu.
“HAH?”
“Makasih yang tadi.” Kata Kina meningkatkan volume suaranya.
“Ooh iyaaa, sama-sama.” Adly mengaggukkan kepalanya.
Hening lagi. Adly bingung. Sebenarnya Ia ingin sekali mengajak cewek di sebelahnya yang diam-diam disukainya pada pandangan pertama ini lebih lama lagi.
“Kina?” celetuk Adly.
Kina menoleh mengernyitkan dahi. “Kok tahu?”
Adly tersenyum sambil mengulurkan tangannya. Kina menyambutnya dengan tersenyum pula. “Adly.” Adly memperkenalkan diri. Dengan cepat, jabatan tangan itu berakhir.
Adly dan Kinapun mulai hanyut dalam pembicaraan yang lambat laun membuat mereka tanpa sadar tertwa kencang sesekali disela-sela cerita masing-masing. Semakin jauh, Adly semakin merasa nyaman dan merasa kalau cewek yang berada di hadapannya inilah yang suatu saat nanti akan dijadikan ratu di hatinya member warna di setiap harinya.
Beberapa menit kemudian saat hujan sudah reda.
“KINAAAA….” Teriak seorang lelaki sambil melambaikan tangannya dari seberang.
Adly dan Kina menoleh ke arah sumber suara.
Ah, pasti itu sopirnya! Pikir Adly.
Kina menyambut lambaian itu dengan sumringah. Tak lama kemudian, lelaki di seberang menghaampiri dimana Adly dan Kina duduk.
“Kata Mama kamu, kamu masih di sekolah. Pak Ujang mogok di jalan, ya udah aku yang jemput aja.” Ujar cowok itu. “Eh, Adly..” sapa cowok itu saat melihat Adly yang melongo keheranan. “Oh ya, dari kemarin aku belum sempet kasih tau. Ini nih pacar baru aku, namanya Kina. Kina, ini temen sebangkuku, namanya Adly.”
“Ooh jadi Kak Adly ini sebangku sama Kak Koko toh?” Kina tersenyum.
Adly hanya bisa terdiam dengan perasaan yang cukup shock.
“Yuk pulang yuk.” Koko meraih tangan kanan Kina. “Aku duluan yaa, brooo…”
Adly tersenyum tipis memandang mereka berdua yang berjalan menjauh dengan sebuah payung pelangi di atasnya.
Namanya Kina, pacarnya Koko.
Setidaknya hari ini aku mendapatkan satu nama yang menjabat tanganku pertama dan juga terkahir yang lalu masuk dalam list baruku yang langsung dicoret dengan tinta merah secepatnya. Batin Adly.

No comments:

Post a Comment