Follow Me

Jangan Menghalangiku! Aku sendiri Tak Tahu Kemana Kakiku Akan Melangkah!

24 July 2012

you?

       
Aku tersipu begitu mendengar namanya diejakan berkali-kali dalam hatiku. Nafasku terengah-engah, efek dari degupan jantung yang tak karuan. Mataku tak henti-hentinya menatap sosok bertubuh jangkung berkostum basket di seberang lapangan. Didribelnya berkali-kali bola oranye kesayangannya. Dicobanya berkali-kali melemparkan bola ke arah ring yang berjarak beberapa meter di depannya. BLASH! Masuk! Three point! Aku tersenyum kecil melihat aksinya. Matahari dengan riangnya menyinari bumi siang ini. Berkali-kali ia terpaksa membuat angin-angin kecil dengan mengibaskan kausnya. Diusapnya keringat yang menggunung di keningnya. Tubuhnya basah berlumur keringat. Kulit yang tadinya kuning cerah, sekarang berubah kemerahan. Entah apa yang merasuki pikirannya hingga dengan santainya melanjutkan mendribel bola Untuk kesekian kalinya. Aku menggelengkan kepala. Gila! Semakin lama sekolah semakin sepi, satu persatu siswa berbondong-bondong menyusuri koridor dan lobi utama untuk segera pulang melepas penat di rumah. Namun, aku masih saja duduk terdiam di depan kelas di lantai bawah. Hari ini hari Selasa, harusnya aku segera pulang untuk berganti pakaian dan kembali lagi ke sekolah untuk mengikuti latihan paduan suara. Namun sayangnya, untuk kali ini aku lebih baik menunggu di sekolah tanpa harus pulang ke rumah. Apalagi kalau bukan karena lelaki yang satu itu? Aku menoleh ke kanan dan kiri, hanya untuk sekedar tahu apakah masih ada manusia yang bertahan di sekolah. Hanya tinggal segelintir anak manusia, itupun sibuk dengan organisasinya, semacam persiapan event futsal tahunan. Aku hanya tersenyum tipis ketika beberapa adik kelas menyapaku dengan senyuman. Tak butuh waktu lama, matakupun kembali menatap lelaki itu. Kali ini ia sedang duduk di lantai bawah gedung Aula, sibuk dengan tas sporty yang dibawanya. Dikeluarkannya botol minuman yang cukup besar. Ditenggaknya air mineral, jakunnya bergerak naik-turun, terlihat jelas. Entah apa yang membuat mataku menjadi sejeli ini menyaksikan segala gerak-gerik lelaki yang berada di seberang dengan jarak beberapa meter jauhnya.
            "Kamu nganggur kan, Ngi?" tanya seseorang mengejutkanku, Mas Bima. Aku membalasnya dengan anggukan. "Kamu ambil meja di bawah gedung Aula situ yaa.." Mas Bima menunjuk ke arah bawah gedung Aula dimana sebuah meja bertengger dengan santainya. "Ntar kalo nggak kuat kamu suruh aja anak basket itu bantuin kamu. Nggak apa-apa kan? Soalnya aku masih mau ambil keyboard di rumahnya Anita dulu."
            Aku menganggukkan kepala tanda mengerti. Aku berjalan perlahan menyusuri koridor. Makin mendekat ke arah bawah gedung Aula, degupan jantung makin lama makin kencang tak karuan. Entah apa yang harus aku lakukan saat lelaki itu menoleh ke arahku nantinya. Tersenyumkah? Atau? Entahlah, aku juga tak paham dengan kejadian seperti ini.
            Dengan PDnya aku mencoba mengangkat meja yang ditunjuk Mas Bima. Berat. Aku meletakkannya lagi seketika.
            "Sini, aku angkatin." ujarnya tiba-tiba. Aku menoleh. Ia melemparkan senyuman kecil yang.....sangat amat manis sekali. Seakan waktu berhenti berputar seketika. Senyumannya menancap dengan sadisnya di pikiranku. Bibirnya yang tipis dengan seulas senyuman diiringi dengan alis sebelah yang naik ke atas. Amazing!
            "Helloooow.." ujarnya mengeejutkanku.
            Aku gelagapan. "Eh iya, kalo mau bantuin juga sih." ujarku nggak karuan saking kagetnya.
            "Nggak gratis lho ya. Kamu mau ke situ kan?" ujarnya menunjuk salah satu kelas dari sekian kelas di lantai bawah. aku mengangguk. "Sekalian pulang sih. Aku angkat mejanya, kamu bawain tas sama bola aku, gimana? Boleh kan?" tanyanya diiringi dengan senyuman (lagi).
            Aku mencoba untuk memfokuskan diri. Aku mengangguk. dengan sigap, aku menyambar tas dan bola basket miliknya. Sedangkan, lelaki itu berusaha mengangkat meja.
            "Mau latihan paduan suara?" tanyanya.
            "Iya." jawabku singkat. Entah kata-kata apa lagi yang harusnya dikeluarkan. Bingung.
            "Kamu adek kelas aku kan?" tanyanya lagi.
            "Iya. Kok tau?" tanyaku heran.
            "Familiar aja sih." Ia tertawa kecil. Suaranya renyah. Diletakkan meja di teras kelas. "Aku taruh sini dulu aja ya. Pintunya masih dikunci. Kamu minta aja ke satpam." lagi-lagi ia tersenyum. "Makasih udah mau bawain tas sam bolaku."
            Buru-buru aku menyerahkan tas dan bola yang sejak tadi berada di pelukanku. "Eh iya, kelupaan." aku tertawa kecil.
            "Oke, aku duluan ya?" pamitnya.
            Aku mengangguk. "Makasih, Mas." aku tersenyum.
            Ia berjalan meninggalkanku. Namun entah kenapa ia kembali berjalan ke arahku.
            "Ada yang ketinggalan?" aku mencari-cari apa yang kiranya tertinggal.
            "Ada." ia tersenyum. "Namamu ketinggalan." lelaki itu mengulurkan tangannya.
            Aku ternganga mendengar ucapannya barusan. Mengejutkan. Tak disangka. Bisa dibilang menyenangkan. Gembira. Aku menyambut uluran tangannya.
            "Angi. Pelangi." ujarku lirih sambil tersenyum.
            "Geri. Gerimis."

to be continue...

No comments:

Post a Comment